Hati dengan sifatnya yang terus menerus bolak balik sesuai namanya (qulub - qolaba-yuqillibu = gerak, bolak-balik) bagaikan bulu yang tertiup angin disebuah lapang, begitu Rosululloh Saw mengumpamakan hati manusia. Saking ringanya bulu itu terseok-seok kesana kemari mengisyaratkan bahwa hati manusia cenderung berubah-rubah dan rentan pengaruh 'lingkungan' nya. Kadang dalam kondisi tertentu hati itu tenang dan anteng menepi pada latifah robaniyah di satu ruang hati. Kondisi anteng inilah kulitas kekhusuan seorang yang memilikinya mencapai puncaknya. Tapi saat yang lain hati benar-benar kacau karena pengaruh-pengaruh lingkungannya yang menghendaki hati turut bersama keinginan yang satu dengan lainnya saling berbeda dan ber.kepentingan Kondisi inilah barangkali yang disebut bimbang dan tidak konstan alias tidak khusu. Mungkin keadaannya berarada dalam pengaruh keburukan, penyesalan bahkan amarah.
Hati dengan berbagai kondisinya bisa dikategorikan menjadi beberapa macam: Pertama hati yang hidup (qolbun hayan) sebagaimana awal penciptaannya hati pada diri manusia tidak bisa dipisahkan dengan pendengaran, penglihatan sebagaimana diabadikan dalam Quran, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (Qs. 16: 78). Hati yang hidup atau qolbun hayan adalah hati yang 'kompak' dengan fungsi pendengaran dan penglihatannya. Dengan kata lain hati itu bekerja sama dengan penglihatan dan pendengaran dalam hal fikir dan dzikrulloh. Hati menjadi sibuk dengan beribu bahkan berjuta lintasan-lintasan peristiwa fikir manusia yang dengannya hati harus menjadi 'manajer' yang mengatur semuanya. Inilah kondisi terbaik pada hati dimana semuanya kompak dan senergis menjadi sebuah team 'aql' yang sehat.
Kedua hati yang sakit (Qolbun maridl). Berbeda halnya ketika sinergisitas hati dengan pendengaran dan penglihatan terganggu bahkan dikatakan sakit. , kondisi inilah 'manajer' lagi banyak masalah dan dihadapkan kepada suatu dilematik antara kepentingan sinergisitas hati dengan kepantingan yang berlebih dari syahwat penglihatan dan pendengaran yang sangat berpengaruh pada sang manajer tersebut. Syahwat dengan daya dan kekuatannya berhasil merayu dan mempegaruhi hati sehingga banyak hal yang menjadi prioritas sementara prioritas sejatinya terbengkalai dan terlupakan. Padahal prioritas sejati dari hati adalah senantiasa berhubungan dan menghubungkan antara fungsi pendengaran dan penglihatan dengan yang Maha mendengar dan Maha melihat, Ketiga hati yang mati (qolbun mayit).Tentu saja dalam kondisi sakit saja hati sudah tidak sinergis dengan penglihatan dan pendengaran, apalagi ketika hati itu telah mati semua fungsi yang berhubungan dengannya yang bertugas menghubungkannya dengan Yang Empunya menjadi idle. Nah inilah akhir dari sebuah kehidupan hati yang penuh dengan daya dan kekuatan, serta merta berubah menjadi 'batu' yang tteramat keras tak tersentuh ketika mendengar lantunan kalam illahi, melihat tayangan ayat-ayat Nya serta menyaksikan fenomena yang seharusnya membuat hati terenyuh dan penuh ghirah menu kepada Nya. Wallohu'alam.
No comments:
Post a Comment